Selasa, 07 Juli 2009

Hawaii: Antara Betis dan Payudara Buah Dada besar toket gede (toge)

*) Senang membaca catatan ringan di kolom "KoKi" di harian terbesar di dalam negeri. dan kali ini saya tertarik untuk mengirim sebuah catatan ringan kami selama di sini. Besar harapan agar layak menurut Zeverina sehingga dapat dimuat.

Sebelum saya ke Hawai’i, katanya sih semua kebutuhan di sana nomor dua termahal di Amerika. Eh ternyata setelah saya sempat tinggal selama empat bulan di Honolulu, khabar burung tadi benar adanya.

Saya masih ingat saat pertama sekali ke Honolulu, setelah terbang 12 jam dari Jakarta ke Singapore kemudian ke Jepang dan dari Jepang ke Honolulu. Bayangkan saja ongkos taxi dari bandara internasional Honolulu ke kampus University of Hawai’i di Manoa, yang jaraknya tidak sampai 5 km harus dibayar $35. Itu belum lagi tips yang sudah mentradisi di sini dalam semua bentuk transaksi. Jumlah tips biasanya sekitar $3 sampai $5. Pokoknya, di pagi buta itu ludes deh uang saku saya $40.

Konon lagi jika uang sebanyak itu dirupiahkan, nyaris sekitar Rp. 350.000. Kalau di Jakarta, dari bandara Soekarno-Hatta ke kampus saya di UIN Ciputat yang jaraknya kurang lebih 10 km ditambah antrean macet sepanjang jalan, paling saya biasa bayar sekitar Rp. 120.000 untuk jasa Blue Bird Taxi. Itupun dengan sudah termasuk biaya tol dan sedikit uang case (tips ringan). Maklum, saat tiba di Jakarta dari Banda Aceh hari sudah larut malam, dan bus Damri yang biasa jadi langganan saya ke Lebak Bulus sudah pada istirahat.

Kita kembali ke cerita di Hawai’i. Sebagai sasaran tujuan parawisata dunia, layaknya Bali di Indonesia, maka wajar saja semua kebutuhan di sini relatif mahal. Apalagi Hawai’i adalah negara bagian kepulauan Amerika Serikat di tengah lautan Fasifik. Sehingga nyaris semua kebutuhan penduduk merupakan produk impor dari berbagai kawasan. Sejak dari bahan makanan, buah-buahan, hasil industri, bahan bangunan dan lain sebagainya. Singkatnya, Honolulu khususnya sebagai ibu kota Hawai’i biaya hidup yang harus dikeluarkan satu perhari cukup mahal, minimal $50-$100 per hari/individu.

Saya yang tinggal di asrama Hale Manoa yang agak jauh dari downtown Honolulu saja, harus menguras isi kantong minimal $20 sehari. Namun, jika dibandingkan dengan pendapat masyarakat yang tinggal dan bekerja di sini, pengeluaran mereka sebanding dan malah lebih dari pendapatan mereka. Bayangkan saja, upah minimal seorang buruh kasar bisa mencapai $50 sampai $100 perhari. Satu hal lagi, di sini lowongan kerja mudah didapat. Rata-rata para mahasiswa yang sedang study di Hawai’i bekerja paruh waktu (part time), terutama untuk menutupi biaya hidup dan kuliah.

Kembali ke masalah mahalnya barang kebutuhan di Hawai’i, seorang teman menyeletuk. Katanya; “Jangan asal bilang semua harga barang dan jasa di sini mahal. Masih banyak yang bisa didapatkan dengan mudah dan murah serta meriah lagi”. Kami yang mendengar statement itu pada kebengongan dan penasaran dibuatnya. Lalu saya katakana padanya, “Saya tidak sependapat dengan anda, kalau ada yang murah kasih tahu dong, biar kami bisa dengan mudah tanpa perlu susah-susah memperolehnya. Kan bisa lebih hemat sedikit, biar waktu balik ke Indonesia bisalah bawa pulang dollar walau tidak seberapa”.

Tak ingin dikatakan sebagai penggombal, sang kawan tadi akhirnya angkat bicara lagi. “Oh jadi kalian belum tahu ya, barang-barang yang murah di sini”. Kami semua yang saat itu berada di dapur umum asrama terpaksa mengamininya. “iya belum nih, kasih tahu dong”. Lantas ia berucap; “oke, baiklah, hari ini aku kasih tahu satu hal saja pada kalian, yaitu buah-buahan yang bisa didapatkan dengan mudah. Bahkan kalau mau tak usah beli, gratis sekedar untuk dilihat saja”. Atas khutbahnya itu kami tambah bingung dibuatnya. Lalu sahutnya; “saya tahu kalian penasaran bukan?’, jadi buah yang saya maksud adalah “buah dada” dan “buah paha”. Mendengar ocehannya yang demikian, pecahlah tawa diantara kami semua.

Memang sekilas ada benarnya bahwa hanya dua buah itulah yang murah bahkan gratis untuk dinikmati saban hari. Tahulah anda pakaian gadis atau perempuan pada umumnya relatif lebih terbuka di Hawai’i. Ya kalau mau dibilang sedikit atau nyaris topless dan downless-lah. Dimana buah dada (payudara) dan betis seakan dibiarkan sengaja dibuka begitu saja di depan publik.

Pakaian kaum perempuan di sini pada umumnya tidak begitu formal dalam aktivitas sehari-hari. Demikian juga mahasiswa di kampus, mereka sangat cuek dengan pakaian yang mereka kenakan. Jika kita ukur dengan budaya kita di Indonesia, bisa dikatakan bahwa apa yang dipakai di sini tak ubahnya pakaian yang biasa dipakai di ranah privat. Seperti di dalam rumah, atau di kamar tidur. Jadi sebagian besar belahan dada dan betis adalah pemandangan sehari-hari kalau mau dinikmati di Hawai’i, atau mungkin juga di dalam budaya Barat pada umumnya. Tinggal lagi mau beli buah-buahan yang sebenarnya yang relatif mahal, atau mau menikmati buah yang murah atau malah gratis itu.

Saran saya belilah buah-buahan yang sebenarnya kendati agak mahal, daripada menikmati buah simalakama nan gratis tapi merusak mata.